Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ
فى قلوبِهِم مّرضٌ فزادَهُم اللهُ مرضًا ولهُم عذابٌ أليمٌ بما كانُوا يكذبُون (QS 2:10)
وإذَا قيلَ لهُم لا تفسدُوا فى الأرض قالوٓا إنّما نحن مصلحُون (QS 2:11)
Alhamdulillahi wasyukurillahi 'alaa ni'matillahi. Segala puji dan syukur bagi Allah atas segala nikhmat, baik nikhmat iman, nikhmat Islam dan nikhmat kelezatan dunia yang Allah berikan pada kita. Salawat dan salam kita ucapkan kepada junjungan kita, Nabi dan Rasul yang mulia Muhammad SAW dan keluarga Beliau, kepada para Sahabat RA, para Tabi'in, Tabiut Tabiahum dan kepada semua ummat Islam dimanapun berada sepanjang zaman. Semoga kita semua dapat senatiasa istiqamah menegakkan ajaran Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.
Ayat ke-11 surat Al-Baqarah ini terdiri dari beberapa bagian kalimat berikut:
- وإذا قيلَ لهُم
- لا تفسدُوا فى الأرض
- قالُوٓا
- إنّما نحن مصلحُون
Insyaa' Allah pada hari ini kita akan membahas kata ke-4 dari ayat ke-11 surat Al-Baqarah, yaitu kata laa (لا) = jangan.
Sebelumnya sudah kita bahas tentang kata laa (لا) yang terdiri dari:
1. Laa nahiyah (لا) = jangan, yaitu huruf laa yang berfungsi untuk melarang (diartikan janganlah). Ciri dari laa nahiyah adalah menjazmkan (mensukunkan) fi'il mudhari'.
2. Laa nafiyah (لا) = tidak, yaitu huruf laa yang berfungsi untuk menafikan (diartikan tidak atau belum). Ciri dari laa nafiyah adalah tidak menjazmkan (mensukunkan) fi'il mudhari'.
Laa Nahiyah ini berhubungan dengan kata fi'il mudhari' (kata kerja sekarang, akan dan kebiasaan) - tetapi tidak harus. Ciri kata Laa Nahiyah adalah huruf akhir fi'il mudhari' harus berharakat sukun (ــْــ) atau disebut menjazmkan fi'il mudhari', dengan syarat bahwa antara kata laa nahiyah dengan fi'il mudhari' yang dijamzkan tidak terpisah oleh kata lain kecuali frasa atau jumlah sibhu.
Sibhu jumlah adalah frasa atau nominal yang terdiri dari:
- Kata jer dengan isim/majrur
- Kata zharaf (keterangan waktu/tempat) dengan isim.
Sementara laa nafiyah tidak mensukunkan kata fi'il mudhari' dan tidak harus diulang (tapi boleh diulang). Laa nafiyah juga berhubungan dengan fi'il madhi (kata kerja lampau) dan harus diulang.
Jadi kata laa (لا) = jangan, merupakan kata ke-4 dari kalimat ke-3 pada ayat ke-11 surat Al-Baqarah. Kata laa (لا) merupakan huruf laa nahiyah yang mensukunkan kata fi'il mudhari' setelahnya.
Sebelumnya sudah kita bahas bahwa kata kerja fi'il majhuul adalah kata kerja passive yang dibentuk atau merupakan tashrif istilahiyah dari kata kerja fi'il ma'luum (active) untuk masing2 kata kerja fi'il madhi dan fi'il mudhari'. Fi'il majhuuul membutuhkan adanya atau ada naaibul faa'il setelahnya.
Naaibul Faa'il (نائب الفاعل) adalah isim marfu' yang terletak setelah fi'il majhul untuk menunjukkan orang yang dikenai pekerjaan.
Ketentuan-ketentuan naibul fa'il
1. Naibul fa'il merupakan isim marfu'. Asal dari na'ibul fa'il adalah sebagai obyek (maf'ul bih) yang mempunyai i'rab nashab. Tatkala failnya dihapus, maka maf'ul bih menjadi naibul fa'il menggantikan posisi fa'il yang mempunyai i'rab rafa'.
Contoh:
Zaid menolong Muhammad = نَصَرَ زَيْدٌ مُحَمَّدًا, dimana Muhammad merupakan maf'ul bih (objek) dan i'rabnya nashab, jika fa'ilnya dihapus maka Muhammad naibul fa'il dengan i'rab rafa', Muhammad ditolong = نُصِرَ مُحَمَّدٌ.
2. Naibul fa'il harus diletakkan setelah fi'il. Apabila ada isim marfu' yang terletak di depan /sebelum fi'il maka dia bukan naibul fa'il.
3. Fi'il yang dipakai adalah fi'il majhul dan harus selalu dalam bentuk mufrad
4. Bila naibul fa'ilnya mudzakkar, maka fi'ilnya mufrad mudzakkar. Bila naibul failnya muannats maka fi'ilnya mufrad muannats. Apabila na'ibul fa'ilnya berupa jamak taksir, maka fi'ilnya boleh berbentuk mufrad mudzakkar atau mufrad muannats.
5. Apabila susunan sebelum fa'ilnya dihapus mempunyai dua maf'ul bih (obyek), maka setelah failnya dihapus, maf'ul bih pertama menjadi naibul fail sedangkan maful bih kedua tetap manshub sebagai maf'ul bih.
6. Apabila na'ibul fa'il tidak terletak secara langsung dibelakang fi'ilnya, maka untuk na'ibul fa'il yang muannats, fi'ilnya boleh mufrad muannats atau mufrad mudzakkar.
Jadi kalimat ke-2 dari ayat ke-11 surat Al-Baqarah yang dimulai dengan huruf laa (لا) nahiyah ini merupakan jumlah fi'iliyah dan merupakan naibul faa'il dari kata fi'il majhuul qiila (قيل) sebelumnya.
Sebelumnya juga sudah kita bahas mengenai isim zharaf atau disebut juga af'ul fih, yaitu isim manshub untuk menjelaskan waktu (zaman) atau tempat (makan) terjadinya fi'il (yaitu menjadi jawaban dari pertanyaan "Kapan atau dimana terjadinya fi'il?"). Zharaf zaman di-nashab-kan oleh kata kerja fi'il baik sebelum maupun sesudah isim zharaf. Jadi kata qiila (قيلَ) menashabkan kata isim zharaf zaman idzaa (إذَا) sebelumnya. Zharaf zaman idzaa (إذَا) dikaitkan dengan syarat dan jawab. Kata qiila (قيل) merupakan syarat pertama yang terletak setelah kata zharaf zaman idzaa (إذَا).
Kalimat ke-2 dari ayat ke-11 yang dimulai dengan huruf laa (لا) merupakan syarat berikutnya dari kata zharaf zaman idzaa (إذَا).
Kata laa (لا) di dalam Al-Qur'an terdapat sebanyak 812 kali.
1.0. indek = Q002011004
1.1. no surat = 2
1.2. no ayat = 11
1.3. no kalimat = 4
2.0. Qur'anic = لَا
2.1. Tarjamah = jangan
2.2. Jenis kalimat = huruf
3.0. Awalan1 =
3.1. Tarjamah =
3.2. Jenis kalimat =
3.3. Awalan2 =
3.6. Awalan3 =
4.0. Sisipan1 =
4.3. Sisipan2 =
5.0. Akhiran1 =
5.1. Tarjamah =
5.2. Jenis kalimat =
5.3. Akhiran2 =
5.6. Akhiran3 =
6.0. Asal kalimat =
6.1. Tarjamah =
6.2. Jenis kalimat =
7.0. Akar kalimat =
7.1. Tarjamah =
7.2. Jenis kalimat =
الحمدُ للّـهِ ربِّ العٰلمِينَ
Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.
Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.
--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar