بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ
هو الّذى خلقَ لكُم مّا فى الأرْضِ جميعًا ثمّ اسْتوَىٰٓ إلى السّمآءِ فسوّىٰهنَّ سبعَ سمٰوٰتٍ ۚ وهو بكلِّ شىْءٍ عليمٌ (QS 2:29)
وإذْ قالَ ربّكَ للملٓئكةِ إنّى جاعلٌ فى الْأرضِ خليفةً ۖ قالوٓا۟ أتجعلُ فيهَا من يفسدُ فيهَا ويسفكُ الدّمآءَ ونحن نسبّحُ بحمْدِكَ ونقدّسُ لكَ ۖ قالَ إنّىٓ أعلمُ ما لا تعلمُونَ (QS 2:30)
Alhamdulillahi wasyukurillahi 'alaa ni'matillahi. Segala puji dan syukur bagi Allah atas segala nikhmat, baik nikhmat iman, nikhmat Islam dan nikhmat kelezatan dunia yang Allah berikan pada kita. Salawat dan salam kita ucapkan kepada junjungan kita, Nabi dan Rasul yang mulia Muhammad SAW dan keluarga Beliau, kepada para Sahabat RA, para Tabi'in, Tabiut Tabiahum dan kepada semua ummat Islam dimanapun berada sepanjang zaman. Semoga kita semua dapat senatiasa istiqamah menegakkan ajaran Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.
Ayat ke-30 surat Al-Baqarah ini terdiri dari beberapa bagian kalimat sebagai berikut:
- Ingatlah ketika = وإذْ
- Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku = قالَ ربّكَ للملٓئكةِ إنّى
- hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". = جاعلٌ فى الْأرضِ خليفةً ۖ
- Mereka berkata: = قالوٓا۟
- "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu = أتجعلُ فيهَا
- orang yang akan membuat kerusakan padanya = من يفسدُ فيهَا
- dan menumpahkan darah, = ويسفكُ الدّمآءَ
- padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau = ونحن نسبّحُ بحمْدِكَ
- dan mensucikan Engkau?" = ونقدّسُ لكَ ۖ
- Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui = قالَ إنّىٓ أعلمُ
- apa yang tidak kamu ketahui". = ما لا تعلمُونَ
Jika Allah menghendaki atau insya Allah (إن شاء الله atau kalau dilatenkan "in syaa-a Allaah"), pada hari ini kita akan membahas kata ke-6 dari ayat ke-30 surat Al-Baqarah, yaitu kata jaa'ilun (جَاعِلٌ) = hendak menjadikan (seseorang) .
Sebelumnya juga sudah kita bahas bahwa wazan dari kata kerja fi'il bentuk ke-1 (dari 14) yaitu fi'il mujarrad shahih (AS1-AS8) sebagai berikut:
1. AS1 = fa'ala (َفَعَل) - yaf'ulu (ُيَفْعُل) - uf'ul (اُفْعُلْ)
2. AS2 = fa'ala (َفَعَل) - yaf'ilu (ُيَفْعِل) - if'il (اِفْعِلْ)
3. AS3 = fa'ala (َفَعَل) - yaf'alu (ُيَفْعَل) - if'al (اِفْعَلْ)
4. AS4 = fa'ila (َفَعِل) - yaf'alu (ُيَفْعَل) - if'al (اِفْعَلْ)
5. AS5 = fa'ula (َفَعُل) - yaf'ulu (ُيَفْعُل) - uf'ul (اُفْعُلْ)
6. AS6 = fa'ila (َفَعِل) - yaf'ilu (يَفْعِلُ) - if'il (اِفْعِلْ)
7. AS7 = fa'ala (َفَعَل) - yaf'ulu (ُيَفْعُل) - uf'ul (اُفْعُلْ) atau yaf'ilu (ُيَفْعِل) - if'il (اِفْعِلْ)
8. AS8 = fa'ala (َفَعَل) - yaf'alu (ُيَفْعَل) - if'al (اِفْعَلْ) atau yaf'ulu (ُيَفْعُل) - uf'ul (اُفْعُلْ)
Juga telah kita bahas sebelumnya bahwa struktur kalimat dalam bahasa Arab minimal harus tersusun dari dua kata atau lebih atau disebut jumlah atau nomina atau frasa atau kata majemuk yang mempunyai makna. Berdasarkan komponen penyusunnya, ada dua jumlah atau kata majemuk bermakna, sebagai berikut:
1. Jumlah Fi'liyyah, yaitu kalimat yang diawali dengan fi'il, dengan struktur: fi'il + isim.
2. Jumlah ismiyyah, yaitu kalimat yang diawali dengan isim, dengan struktur: isim + fi'il dan isim + isim
Pada frasa atau jumlah ismiyah, isim yang pertama sebagai Mubtada dan isim yang kedua sebagai khabar. Mubtada adalah kata atau objek dalam bentuk isim yang ingin dijelaskan (diterangkan) sedangkan khabar sesuai dengan namanya adalah kabar atau penjelasan (menerangkan) dari kondisi, keadaan, jabatan, atau penjelasan dalam bentuk apapun dari objek yang sedang dijelaskan (mubtada).
Ada 3 Kaidah dalam menyusun jumlah ismiyyah:
1. Baik mubtada maupun khabar sama-sama harus dalam keadaan rafa' (i'rab rafa') dengan ciri utama dhammah. Isim dengan i'rab rafa' disebut isim marfu'.
2. Mubtada harus isim ma'rifah, yaitu kata khusus atau tertentu dengan ciri utama atau diawali alif lam ma'rifah. Sedangkan khabar hukum asalnya adalah nakirah, kecuali untuk isim-isim yang dari asalnya ma'rifah (Isim 'Alam, Isim Isyarah, dan Dhamir)
3. Khabar harus sama dengan mubtada dari sisi jenis dan jumlah/banyaknya. Bila mubtadanya mufrad dan mudzakkar, maka khabarnya wajib mufrad dan mudzakkar. Begitupun bila mubtadanya muannats dan tastsniyah, maka khabarnya harus muannats dan tatsniyah, dan seterusnya.
Sebelumnya sudah kita bahas bahwa fi'il (فعل) adalah kata kerja atau perintah. Ali RA mendefinisikan fi'il sebagai kata yang memberikan informasi/aktifitas. Sedangkan berdasarkan ilmu nahwu dan sharaf bahwa fi'il adalah kalimat yang menunjukkan makna mandiri dan disertai dengan pengertian zaman (waktu).
Perlu diketahui sebelumnya bahwa kalimat baik fi’il ataupun isim dalam bahasa arab paling sedikit terdiri dari 3 huruf dan paling banyak adalah 7/9 huruf. Umumnya atau mayoritas akar kata dari kata kerja dalam bahasa Arab terdiri dari 3 huruf dan mengikuti acuan atau timbangan atau rumus tertentu yang dalam bahasa Arab disebut wazan.
Perubahan akar kata kerja menjadi kata kerja lain baik kata kerja sekarang, perintah maupun kata benda (isim) dan lain-lain disebut tasrif. Tasrif berdasarkan jumlah atau banyak dan jenis pelakunya (dhamir) disebut tasrif lughawi. Sedangkan tasrif berdasar jenis kata (kata kerja, isim, perintah, dll) disebut tasrif ishtilahiyah.
Tasrif ishtilahiyah dari akar kata terdiri beberapa tasrif, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Fi’il madhi, yaitu kata kerja yang menunjukkan zaman madhi/masa lampau (past tense), hukumnya adalah mabnii fathah (tercetak dalam bentuk berharkat fathah huruf akhirnya) kecuali apabila bersambung dengan dhamir rafa’ mutaharrik (bentuk dhamir mulai dari jama’ mu’annats ghaib sampai mutakallim ma’al ghair dalam tashrif lughawiyah) maka harus disukunkan huruf akhirnya atau bila bertemu dengan wau jama’ maka harus dibaca dhammah huruf akhirnya.
2. Fi’il mudhari’, yaitu kata kerja yang menunjukkan zaman haal atau mustaqbal/saat ini atau akan datang (present continues tense), hukumnya adalah mabni dhammah kecuali apa bila kemasukan aamil nashab (kalimat yang menuntut nashab) maka harus dibaca fathah huruf akhirnya atau amil jazm (kalimat yang menuntut jazm/sukun) maka harus dibaca sukun huruf akhirnya.
3. Mashdar ghairu miim, yaitu isim masdar yang tidak diawali dengan huruf miim dan bermakna kejadian, hukumnya adalah mu’rab (harkat huruf terakhirnya bisa berubah sesuai aamil yang menuntutnya), dan samaa’ii (bentuk lafadznya tidak selamanya mengikuti kiyasan sharaf, akan tetapi disesuaikan dengan bahasa yang pernah didengar dari orang arab).
4. Mashdar miim atau Isim mashdar, yaitu isim mu’rab yang diawali dengan huruf miim dan bermakna kejadian, hukumnya adalah mu’rab dan qiyaii (bentuk lafadznya disesuaikan dengan kiyasan sharaf).
5. Isim dhamiir, yaitu isim yang tidak dapat dijadikan awalan dan tidak dapat terletak setelah illaa (إلا) secara ikhtiyar.
6. Isim faa’il, yaitu isim yang dibaca rafa’ yang disebut setelah fi’ilnya, hukumnya adalah mabnî dhammah. Isim fa’il ini menunjukkan pada makna kejadian dan orang yang melakukannya yang disebut dengan subjek. Isim fas’il ada dua:
- faa’il isim dzahir dan
- faa’il isim dhamiir,
7. Isim isyaarah ialah isim yang dipakai sebagai makna isyarat, hukumnya adalah mabnii.
8. Isim maf’uul ialah isim yang dibaca nashab yang disebut setelah faa’il, hukumnya adalah mabnii fathah. Isim maf’uul ini menunjukkan pada makna kejadian dan orang/sesuatu yang menjadi objek kejadian tersebut. Isim maf’uul juga ada dua sebagaimana isim faa’il (dzahir dan dhamir).
9. Fi’il amar, yaitu fi’il yang menunjukkan makna perintah yang eksis pada zaman mustaqbal, yang mana harakat ‘ain fi’ilnya sama dengan harkat ‘ain fi’il mudhaari’nya, hukumnya adalah mabnii sukun.
10. Fi’il nahii, yaitu fi’il yang menunjukkan makna larangan dan harakat ‘ain fi’ilnya sama dengan harakat ‘ain fi’il mudhaari’nya, hukumnya adalah mabnî sukun.
11. Isim zamaan dan Isim makaan, yaitu isim yang menunjukkan makna masa/waktu dan makna tempat. Kedua isim ini bentuk wazannya sama akan tetapi maknanya bisa berbeda sesuai pemakaiannya, hukumnya adalah mu’rab.
12. Isim aslat, yaitu isim yang menunjukkan makna alat, hukumnya adalah mu’rab.
13. Dan lain-lain baik dalam bentuk paif maupun aktif,
Keterangan; perbedaan antara isim fa’il dan isim maf’ul dalam fi’il rubaa’ii (4-huruf akar kata) dan seterusnya adalah terletak pada harakat ‘ain fi’ilnya, isim fa’il dibaca kasrah ‘ain fi’ilnya sedangkan isim maf’ul dibaca fathah ‘ain fi’ilnya. Pemakaian isim zaman, isim makan dan isim alat tidak semuanya berlaku dalam percakapan melainkan tergantung pada kebiasaan orang arab dalam pemakaiannya (ka'idah sama').
Kata jaa'ilun (جَاعِلٌ) = hendak menjadikan, adalah isim fa'il dengan wazan faa'il (فَاعِل) dari kata ja'ala (جَعَلَ) = dia laki2 tunggal telah menjadikan. Kata ja'ala (جَعَلَ) - yaj'ilu (يَجْعِلُ) adalah kata kerja fi'il madhi tsulatsi asli bentuk ke-1 dari 14 dengan wazan fa'ala (َفَعَل) - yaf'ilu (ُيَفْعِل) atau indek AS3.
Jadi kata jaa'ilun (جَاعِلٌ) adalah isim rafa' atau marfu' dengan ciri utama dhamatain. Kata jaa'ilun (جَاعِلٌ) merupakan khabar inna dari kata inna (إِنَّ) pada kata innii (إِنِّى) sebelumnya. Kata jaa'ilun (جَاعِلٌ) di dalam Al-Qur'an terdapat sebanyak satu kali, sedangkan asal kata jaa'il (جَاعِل) dengan semua kemungkinan awalan, akhiran dan/atau i'rab terdapat sebanyak 6 kali dan akar kata ja'ala (جَعَلَ) terdapat sebanyak 346 kali.
1.0. Indek = Q002030006
1.1. No surat = 2
1.2. No ayat = 30
1.3. No kalimat = 6
2.0. Qur'anic = جَاعِلٌ
2.1. Tarjamah = hendak menjadikan
2.2. Jenis kalimat = إسم
3.0. Awalan1 =
3.1. Tarjamah =
3.2. Jenis kalimat =
3.3. Awalan2 =
3.6. Awalan3 =
4.0. Sisipan1 =
4.3. Sisipan2 =
5.0. Akhiran1 =
5.1. Tarjamah =
5.2. Jenis kalimat =
5.3. Akhiran2 =
5.6. Akhiran3 =
6.0. Asal kalimat = جَاعِل
6.1. Tarjamah = hendak menjadikan
6.2. Jenis kalimat = إسم
7.0. Akar kalimat = جعل
7.1. Tarjamah = dia laki2 tunggal telah menjadikan
7.2. Jenis kalimat = فعل
الحمدُ للّـهِ ربِّ العٰلمِينَ
Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.
Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar